by

Akselerasi Eliminasi Malaria Melalui Kerjasama Lintas Sektor Dan Pemberdayaan Masyarakat

-Featured, Opini-5,530 views

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi tertua di dunia yang tercatat dalam buku kedokteran Cina Kuno, Nei Ching sejak tahun 2.700 SM.

Penyakit malaria kemudian dikenal sebagai penyakit berbahaya sejak zaman Hippocrates (400 SM) dan menyebabkan kematian berjuta-juta manusia (Arsin, 2012).

Namun, sampai saat ini malaria belum dapat ditangani secara tuntas meskipun dapat dicegah dan disembuhkan dengan dukungan teknologi kedokteran yang mapan (Dini et al., 2020).

Pada tahun 2018, penyakit ini menyebabkan 405.000 kematian di seluruh dunia dan mengakibatkan kematian 409.000 jiwa pada tahun 2019 dengan perkiraan jumlah kasus secara keseluruhan sebesar 229 juta kasus (Ng’ang’a et al., 2021),(WHO, 2020).

Indonesia merupakan salah satu negara endemis di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sebanyak 25% masih tinggal di daerah transmisi aktif (Ipa et al., 2020).

Indonesia (setelah India) memegang peringkat negara kedua tertinggi di Asia Tenggara untuk jumlah kasus malaria (Kemenkes RI, 2009).

Tren kasus positif malaria di Indonesia berdasarkan indikator API (Annual Parasite Incidence) mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2010-2014, namun cenderung stagnan dari tahun 2014-2019.

Tren kasus yang cenderung stagnan tersebut disebabkan, karena tren kasus malaria di Provinsi Papua stagnan bahkan cenderung meningkat.

Berbeda dengan kondisi di luar Papua yang telah mengalami penurunan yang signifikan, bahkan beberapa kabupaten/kota telah berhasil mengeleminasi malaria (Kemenkes RI, 2020).

Kementerian Kesehatan RI mencanangkan eliminasi malaria sepenuhnya pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2020). Namun tantangan besar dalam upaya eliminiasi malaria adalah sebagian besar daerah-daerah endemis tinggi malaria berada di bagian timur Indonesia dengan kondisi geografis yang sulit dicapai serta hambatan dalam aspek sosial dan budaya.

Hal tersebut membutuhkan pendekatan khusus secara sosial dan budaya dalam upaya pelaksanaan program penanggulangan malaria (Wahono et al., 2021).

Pelaksanaan program penanggulangan malaria tidak dapat dikerjakan hanya oleh sektor kesehatan saja dengan segala keterbatasan yang dimiliki.

Program kemitraan lintas sektor dan masyarakat menjadi salah satu kunci keberhasilan penanggulangan malaria (Wahono et al., 2021). Jones et al. (2020) menyatakan kemitraan akan menjadikan program penanggulangan malaria lebih inovatif dan efektif.

Selain itu, program kemitraan akan memberikan peluang pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya dan mengoptimalkan kemampuan seluruh komponen pada organisasi yang berbeda untuk mencapai eliminasi malaria.

Kolaborasi multi-sektor yang efektif merupakan salah satu kunci keberhasilan eliminasi malaria di China (WHO, 2021).
Koordinasi lintas sektor dalam upaya eliminasi malaria di Indonesia masih mengalami hambatan.

Hasil studi di beberapa daerah menunjukkan bahwa peran lintas sektor belum optimal karena masih terhambat oleh tugas dan fungsi masing-masing sehingga tidak dapat menjadikan program malaria sebagai prioritas.

Selain itu kegiatan kerjasama lintas batas belum optimal dilaksanakan karena terkait beberapa kendala, baik dari aspek tupoksi, kewilayahan, dan kebijakan tiap sektor (Wahono et al., 2021).

Program penanggulangan malaria yang selama ini menggunakan batas wilayah administratif terbukti tidak efektif dimana setiap daerah berjuang sendiri-sendiri untuk mencapai eliminasi malaria di daerahnya.

Pendekatan yang dilakukan sebaiknya menggunakan pendekatan batas wilayah epidemiologis. Hal ini membutuhkan kerjasama yang dapat berupa nota kesepahaman pada wilayah lintas batas tersebut. (Sutjipto et al., 2015).

Malaria adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan yang cukup kompleks dan bersifat spesifik lokal. Hal ini di sebabkan karena penularan malaria merupakan rangkaian kejadian yang panjang dengan melibatkan adanya parasit, nyamuk sebagai vektor, lingkungan fisik dan manusia sebagai hospes.

Mengingat kompleksnya persoalan tersebut, maka membutuhkan peran serta masyarakat yang menjadi pusat permasalahan (Baltzell et al., 2019). China merupakan salah satu negara yang berhasil mengendalikan penyakit schistosomiasis dengan pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh para pemimpin mulai dari tingkat paling rendah sampai yang paling tinggi (Ningsi et al., 2021).

Beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian malaria yang telah dilakukan, antara lain dengan pembuatan Peraturan Desa/Kampung yang memuat upaya Penemuan Penderita dan Pengawasan Pengobatan.

Pembuatan Peraturan Desa ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat dengan mengajak peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian malaria di lingkungannya.

Salah satu daerah yang berhasil dalam penerapan peraturan desa untuk pengendalian malaria adalah Desa Tetel, Kabupaten Purbalingga, dengan dukungan penuh dari semua stakeholder, dalam kurun waktu 6 tahun penerapan Perdes ini, tidak ditemukan lagi kasus malaria pada daerah tersebut (Kesuma et al., 2018).

Penulis: Yulius Sarungu Paiting
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Unhas, Staf Pengajar FKM Uncen

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *