JAYAPURA (PAPOS) – Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Papua memperkirakan perekonomian Papua pada triwulan III tahun 2019 terkontraksi walau tidak sedalam triwulan II tahun 2019.
Pertumbuhan ekonomi Papua pada periode tersebut, diproyeksikan berada pada kisaran -18,8 persen sampai -18,4 persen secara year on year (yoy), lebih baik dibanding perkiraan pertumbuhan triwulan II tahun 2019 yang berkisar -20,1 persen sampai dengan -19,7 persen yoy.
BI Papua juga mencatat kinerja perekonomian Provinsi Papua pada triwulan I tahun 2019 menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2018.
Kepala BI Perwakilan Provinsi Papua, Joko Supratikto menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan I tahun 2019 terkontraksi sebesar -20,13 persen (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -17,79 persen (yoy).
“Kontraksi ekonomi Papua pada triwulan I tahun 2019 disebabkan oleh semakin menurunnya produksi tambang terbesar di Papua yang telah memasuki fase akhir pertambangan terbuka serta adanya proses transisi dari pertambangan terbuka ke tambang bawah tanah yang menyebabkan belum optimalnya produksi tambang bawah tanah,” kata Joko dalam kegiatan Diseminasi Bersama Laporan Perekonomian Provinsi dan Kajian Fiskal Regional periode Mei 2019, Selasa (2/7/2019).
Joko melanjutkan, jika tanpa mempertimbangkan lapangan usaha pertambangan dan penggalian, kinerja pertumbuhan ekonomi Papua mencapai 6,30 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional sebesar 5,07 persen (yoy).
Memasuki triwulan II tahun 2019, pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Papua masih akan mengalami kontraksi, namun tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada triwulan I tahun 2019.
“Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi disebabkan oleh normalisasi permintaan pasca berakhirnya periode hari besar keagamaan secara nasional. Dari sisi lapangan usaha, ditengarai penurunan kinerja pertambangan akan menyebabkan perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh mulai habisnya cadangan bijih tembaga di tambang terbuka Grasberg, sementara tambang bawah tanah masih belum optimal berproduksi,” ujarnya. (Syahriah)
Comment