JAYAPURA(PAPOS) – Samuel Fritsko Jenggu mulai bersuara mengenai kasus dugaan dokumen palsu yang digunakan salah satu calon gubernur Papua atas nama YB. Samuel adalah pemilik asli Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya Nomor: 539/SK/HK/08/2024/PN-JAP, dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana Nomor: 540/SK/HK/08/2024/PN-JAP.
Ia pun membuat surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, dan Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol Patrige R. Renwarin untuk menindaklanjuti kasus ini karena hak politiknya kini terancam hilang.
“Setelah saya melihat proses demi proses yang sudah berjalan, bagian ini sangat merugikan saya karena dengan digunakannya nomor registrasi saya oleh Pengadilan Negeri Jayapura, kemudian barcode yang sudah tidak bisa lagi digunakan pada saat saya scan ternyata tidak terdaftar. Bagian ini sangat merugikan saya,” kata Samuel Fritsko Jenggu di Kota Jayapura, Kamis (7/11/2024).
Terkait ini, ujar ia, sudah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Papua pada 12 Oktober 2024, namun sampai saat ini sama sekali belum ditindaklanjuti. Bahkan menurut ia, kasus dugaan dokumen palsu ini sudah disidangkan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado. Namun keputusan pengadilan justru terlihat sama sekali tidak berpihak.
“Jelas-jelas saya sangat dirugikan, sebab Suket tersebut akan saya gunakan sebagai persyaratan untuk melengkapi syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua kursi pengangkatan,”.
“Saya sendiri tidak mengerti kenapa Suket milik saya bisa digunakan salah satu calon wakil gubernur Papua. Saya sudah mencoba bertanya ke Pengadilan Jayapura. Alasannya cuma karena ada gangguan teknis. Yang menjadi pertanyaan, sistem online yang digunakan seperti apa?. Sepertinya ada permainan, ini tindakan sangat kurang bagus yang dilakukan Pengadilan Negeri Jayapura.,” ujarnya.
Jenggu juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua, yang tidak mengecek secara detil, baik dan benar setiap dokumen calon gubernur dan wakil gubernur yang akan di unggah ke dalam aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
“Tidak mungkin KPU dengan kapasitasnya tidak bisa mengklarifikasi atau mengecek kembali berkas (surat keterangan) yang digunakan salah satu calon wakil gubernur itu palsu.
“Sudah jelas data yang keluar bukan atau tidak sesuai dengan data salah satu calon gubernur, seharusnya yang bersangkutan (YB) sudah digugurkan pada saat proses perbaikan, tapi kenapa sampai dengan hari ini dalam aplikasi Silon KPU masih tetap menggunakan data milik saya,” tegasnya.
“Tidakan ini jelas-jelas membuat pertanyaan besar buat saya dan masyarakat, ada apa di balik semua ini. Jelas ini sangat-sangat merugikan saya sebagai anak Papua yang akan menggunakan haknya,” sambungnya.
Menanggapi itu, Samuel Fritsko Jenggu menyatakan akan menyurati Presiden Prabowo Subianto untuk untuk menggunakan kapasitasnya menelisik apa yang sebenarnya terjadi pada sistem yang dibangun dan diterapkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura Jayapura dan KPU Papua.
“Pak Presiden tolong saya, tolong tegakkan keadilan yang seadil-adilnya. Bila perlu orang-orang yang bekerja di seluruh lembaga negara bekerja tidak adil, tolong diberantas. Supaya orang lain tidak mengalami hal yang sama seperti saya,” pintanya.
Samuel Fritsko Jenggu juga meminta Kepala Kepolisian Daerah Papua untuk segera mengusut persoalan ini, dan apabila orang-orang yang melakukan itu terbukti bersalah, silahkan di tindak tegas sesuai hukum yang berlaku di Indoensia.
“Kalau saya saja sudah dibuat seperti ini, apalagi dengan orang lain. Saya tuntut keadilan, sebab saya memiliki hak yang sama dengan yang lain,” tegasnya.
Ia mengaku heran dengan kebijakan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua yang tidak bisa mendeteksi secara jujur kesalahan yang dibuat YB, salah satu calon wakil gubernur Papua yang sudah jelas-jelas menggunakan Suket milik orang lain untuk kepentingan politik. Bahkan membiarkan dokumen itu di dalam Silon.
“Ini kenapa? Apakah sistem ini sebenarnya tertata secara baik dari pusat sampai daerah?. Saya ini juga putra asli Papua yang juga akan menggunakan surat itu untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif kursi pengangkatan. Kalau pemerintah tidak melihat ini, bagaimana nasip orang-orang Papua lainnya yang mengalami nasip sama seperti saya,”.
“Kenapa KPU Barat Daya bisa membatalkan pencalonan salah satu calon gubernur Papua Barat Daya karena terbukti melakukan pelanggaran administrasi berdasarkan rekomendasi dari Bawaslu. Sementara KPU dan Bawaslu Papua tidak mampu mengambil tindakan tegas ketika mengetahui kesalahan salah satu calon wakil gubernur Papua,” tegasnya. (TIM)