Oleh: Lucia K .Esuwe
Di Kampung Tabalasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, sebuah tradisi kuno bernama Tiyaitiki di jalankan sebagai bentuk hukum adat yang berfokus pada pelestarian ekosistem laut.
Tradisi ini tidak hanya sekedar ritual, Tetapi jugah merupakan cara masyarakat adat menjagah kelestarian laut dan kehidupan yang bergantung padanya .
Melalui praktik Tiyaitiki , kepala Kerek Serontou(Minelrona) memutuskan untuk menutup sementara wilayah laut tertentu selama satu setengah tahun (1 tahun 6 bulan) paling cepat,paling lambat 5 sampai 3 tahun sesuai keputusan dari Kepala Kerek Serontou (minelrona).
Kepala kerek serontou(Minelrona) jugah mengumumkan larangan Penangkapan ikan bagi masyarakat melalui pertemuan adat. Larangan ini memberikan kesempatan bagi ekosistem laut untuk pulih dan berkembang.
Sebagai bagian dari ritual adat , pembukaan kembali kawasan tersebut dilakukan dengan ritual tertentu , Termasuk menangkap ikan menggunakan akar tuba yang kemudian dibagikan kepada masyarakat, termasuk janda,duda dan yatim piatu.
Meskipun kegiatan Pembukaan Tiyaitiki melibatkan Meracun Ikan dengan Tuba , skala dan waktunya terbatas sehingga efek samping nya relatif kecil di banding manfaat pemulihan yang diperoleh selama penutupan.
Hukum adat seperti Tiyaitiki sangat penting dan bermakna bagi lingkungan untuk menjagah kelestarian ekosistem laut Dengan memberi waktu bagi wilayah laut untuk “Istirahat” dari aktivitas manusia, seperti yang dilakukan melalui pelarangan penangkapan ikan, masyarakat tidak hanya melindungi sumber daya alam, tetapi jugah menjaga keseimbangan rantai makanan laut,
Menurut Ibu S.Serontou Warga kampung Tablasupa Yang saya wawancarai pada ,6 mei 2025. Praktik ini menunjukan bagaimana manusia, dengan pemahaman yang mendalam tentang alam sekitar, mampu mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.
Dalam konteks yang lebih luas, Tiyaitiki menunjukan pentingnya pendekatan berbasis masyarakat adat dalam pengelolahan ekosistem.
Pengelolahan sumber daya alam tidak selalu harus melalui regulasi negara yang kaku dan administratif. Justru dalam banyak kasus, kearifan lokal yang telah diterapkan selama bertahun-tahun oleh masyarakat adat terbukti afektif dalam memelihara keseimbangan alam.
Praktik Tikiyaiti di Kampung Tablasupa merupakan bukti nyata bahwa hukum adat bisa berperan besar dalam pelestarian lingkungan.
Lebih lanjut, dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya konservasi dan berkelanjutan sumber daya alam, hukum adat seperti Tiyaitiki seharusnya mendapatkan pengakuan dan intergrasi dalam kebijakan nasional.
Dengan mengakui kearifan lokal dan melibatkan masyarakat adat dalam pengelolahan kawasan pesisir, kita bisa memaksimalkan upaya pelestarian alam.
Selain itu, kebijakan semacam ini jugah mendukung pemberdayaan masyarakat adat, yang telah lama menjadi penjaga pertama dari keberlanjutan ekosistem mereka.
Disisi lain , jika kita melihat dari sudut pandang Ilmiah, waktu yang diberikan bagi laut untuk pulih dalam praktik Tiyaitiki berperan penting dalam menjagah kesehatan terumbuh karang dan populasi ikan.
Studi menunjukan bahwa kawasan yang ditutup dalam jangka waktu tertentu memiliki kualitas ekosistem yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kawasan yang terus menerus dieksploitasi. Dengan cara ini, Tiyaitiki jugah melindungi habitat laut dari kerusakan akibat kerusakan eksploitasi berlebihan.
Tiyaitiki bukan hanya sebuah tradisi, tetapi jugah merupakan model pengelolaan Ekosisitem yang relavan dan efeketif . ini adalah cara yang ramah terhadap alam. Hal ini menunjukan bahwa hukum adat, jika diberi ruang untuk berkembang dan dihargai, dapat memberikan solusi nyata bagi pelestarian alam,khususnya laut.
Ditengah tantangan global yang semakin meningkat terhadap ekosistem laut, kita perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi prinsip-prinsip yang terkandung dalam Tiyaitiki sebagai bagiandari konservasi global.
Bukan hanya untuk menghormati kearifan lokal, tetapi jugah untuk memastikan bahwa kita tetap menjaga hubungan harmonis dengan alam untuk generasi mendatang. Oleh karnah itu, Pengakuan terhadap Tiyaitiki dan hukum adat lain nya harus menjadi bagian dari upaya kita untuk mengelolah sumber daya alam secarah lebih bijaksan dan berkelanjutan.
Refrensi
Lintas Papua. (2017), 24 Juli). Hari Ini, Warga Tablasupa Gelar Ritual Tangkap Ikan Secara Tradisional Di Tanjung Tanah Merah. Mongabay Indonesia. Paino, C . (20021,7 Juli). Tiyaitiki , kearifan suku tepelra menjagah perairan Telum Tanah Merah.