by

Kondisi Terkini Deforestasi di Nabire: Ancaman Terhadap Hutan Adat dan Lingkungan Hidup”

Oleh: Emanuela Mapiana Degei, mahasiswi di Universitas Cenderawasih, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional, Angkatan 2023 kak.

Hutan Nabire yang dulunya adalah rumah dan identitas masyarakat adat, kini berada dalam ancaman nyata akibat ekspansi perusahaan Sawit, Penebangan liar atau Illegal Logging, pertambangan dan pembangunan Bandara.

menurut data papualives.com (Fransiskus Kobepa 2021) mengatakan Pada umumnya di Papua dan khususnya di Nabire llegal logging yaitu penebangan yang terjadi di suatu kawasan hutan yang dilakukan secara liar sehingga menurunkan atau mengubah fungsi awal hutan.

Menurut data Jurnal artikel ilmiah (Amalia Subha Pratiwi¹, Syartinilia¹, Andrea Emma Pravitasari program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB University ²Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), IPB University 01 Oktober 2024) mengatakan Selain itu, terjadi peningkatan yang mencolok dalam luas Perkebunan dan Permukiman, yang mencerminkan perkembangan infrastruktur dan Permukiman.

Tanah Terbuka menurun, sementara Pertanian Lahan Kering dan Campur meningkat pesat. Dalam 20 tahun terakhir 2001-2023 , ribuan hektare hutan alami berubah menjadi lahan industri.

Kabupaten Nabire di Papua Tengah merupakan wilayah dengan tutupan hutan tropis yang penting. Hutan-hutan ini bukan hanya menjadi rumah bagi flora dan fauna langka, tetapi juga wilayah sakral dan sumber penghidupan Suku Yerisiam Gua,Suku Wate, dll.

Pada tahun 2001, Nabire memiliki sekitar 1,14 juta hektar hutan primer yang membentangi 93% area lahannya , tetapi sejak tahun 2023 terjadi kehilangan hutan primer sekitar 1,35 ribu hektar hutan primer.

Menurut Laporan Greenpace Indonesia lebih dari 30.000 hektare hutan di Nabire telah hilang dalam dua dekade terakhir, sebagian besar disebabkan oleh ekspansi PT Nabire Bary dan anak usahanya.

WALHI Papua menyebut perusahan sudah banyak yang mengantongi izin di seruluh tanah papua, lokasi di foto ini (foto yang dimaksud adalah foto dari kutipan WALHI Papua ) ada beberapa lokasi saya yakni Kabupaten Boven goel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayapura Kabupaten Sorong Selatan, Bintuni, kabupaten Timika, Kabpaten Nabire, Kabupaten Fak-fak, kabupaten keerom.

Suku Yerisiam Gua melaporkan bahwa lahan adat mereka di Kampung Sima, Distrik Yaur, telah diambil alih oleh perusahaan kelapa sawit PT Nabire Baru tanpa persetujuan masyarakat. Hal ini menyebabkan hilangnya hutan adat yang menjadi sumber kehidupan dan budaya mereka. (Mongabay.co.id) Masyarakat adat Suku Wate di Kampung Nifasi mengalami sengketa areal tambang dengan dua perusahaan. Sengketa ini akhirnya disepakati untuk diakhiri oleh masyarakat adat Suku Wate. (Arsip Jubi)

Meski sempat mendapat sorotan dan teguran dari organisasi internasional seperti Greenpeace Indonesia Melalui laporan tahun 2016, Greenpeace menyoroti bahwa PT Nabire Baru melakukan pembukaan hutan primer di Papua tanpa persetujuan masyarakat adat (FPIC).

Perusahaan juga dituding menggunakan aparat keamanan untuk menekan masyarakat yang menolak aktivitas mereka. Menurut Yayasan Baru, Organisasi ini mengajukan pengaduan resmi ke Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Nabire Baru, termasuk pembukaan lahan tanpa persetujuan masyarakat adat.

Sorotan Pemerintah daerah Pada Mei 2025, Bupati Mesak Magai mengaitkan banjir yang terjadi di wilayah Kampung Yaro dengan aktivitas deforestasi, termasuk pembukaan jalan logging oleh perusahaan kelapa sawit.

Ia menyoroti bahwa penebangan pohon dan pembukaan lahan untuk industri kelapa sawit telah memperburuk daya serap tanah dan meningkatkan risiko banjir. PT Nabire Baru tetap beroperasi.

LBH Papua telah memberikan bantuan hukum kepada masyarakat adat di Papua, termasuk di Nabire, dalam menghadapi konflik lahan dan pelanggaran hak atas tanah adat. Mereka juga terlibat dalam advokasi dan pendampingan hukum bagi masyarakat yang terdampak oleh aktivitas perusahaan.

Deforestasi di Nabire bukan hanya soal kehilangan pohon, tapi juga identitas, rumah, habitat flora dan fauna dan martabat masyarakat adat. Pemerintah daerah maupun pusat perlu ada tindakan lebih spesifik lagi untuk menghentikan pemberian izin baru di Nabire, memperkuat pengawasan, dan memberikan perlindungan hukum yang adil bagi hutan adat.

Masyarakat sipil yang aman dan nyaman adalah yang mempunyai pemerintahan yang terbuka, terinovasi, tercepat mencari jalan tengah yang baik dari kedua belah pihak di antara Perusahaan dan masyarakat adat agar menemukan solusi yang aman dan nyaman.