by

Lisa Duwiry, Modal Kuota Internet Bisa Berjuang untuk Papua

Lisa Duwiry adalah satu dari anak muda berdarah Papua yang beruntung. Ia lahir dan besar di Jakarta, yang membuatnya hidup serba kecukupan. Namun, ia sadar, hal ini tak bisa didapatkan oleh saudara-saudara Papuanya yang lain.

Masalah gizi buruk dan sulitnya akses pendidikan di provinsi paling timur Indonesia tersebutlah yang membuat Lisa berjuang untuk membantu masyarakat Papua mendapatkan perubahan dalam hidupnya.

Meski tinggal di pusat ibu kota, tak menyulitkan Lisa untuk melakukan sejumlah kampanye kemanusiaan, yang mengajak begitu banyak orang membantu masyarakat Papua, khususnya anak-anak mendapatkan gizi dan pendidikan yang lebih layak.

#UntukKorowai. (Instagram)
#UntukKorowai. (Instagram)

“Awalnya, saya bergabung dalam gerakan ‘Buku Untuk Papua’ di Twitter. Foundernya adalah Dayu Fanto, kami mengumpulkan buku-buku bekas untuk teman Dayu yang memiliki perpustakaan di Nabire,” kisah Lisa pada Suara.com dalam acara MaCe Papua yang dihelat Econusa di Jakarta beberapa waktu lalu.

Mulai dari sana, kata Lisa, ‘Buku Untuk Papua’ mulai berkembang. Tidak hanya sekedar menyumbangkan buku dengan cuma-cuma, mereka pun rutin mengadakan Kelas Cerdas, tujuannya selain berbagi ilmu, semua orang yang mau datang diwajibkan membawa buku untuk didonasikan bersama ‘Buku Untuk Papua’.

Setelah bergabung bersama ‘Buku Untuk Papua’, Lisa akhirnya memutuskan untuk vakum sejenak dalam kegiatan tersebut, namun terus mencari sesuatu yang baru yang bisa ia lakukan untuk tanah Papua. Sampai di tengah perjalanan, perempuan keturunan Jawa – Papua ini melihat informasi adanya kasus gizi buruk di Korowai, Papua.

Tepatnya kisah mengenai Putih Atil, bocah perempuan yang menderita Noma, penyakit akut akibat gizi kronis, sehingga menyebabkan luka di mulutnya sampai pipinya bolong. Berita ini lantas mendorongnya untuk kembali bergerak, berbuat sesuatu untuk Korowai.

Lisa Duwiry. (Dok. Pribadi)
Lisa Duwiry. (Dok. Pribadi)

Apalagi, lanjut Lisa, tak hanya Putih Atil, kasus gizi buruk di daerah tersebut juga dialami banyak ibu dan anak hingga kondisinya begitu memprihatinkan. Dari sinilah kemudian gerakan tanda pagar (tagar) #UntukKorowai mulai menggema.

“Berpaling sebentar yuk lihat anak-anak & mama-mama di Korowai Papua, mereka perlu bantuan kita. Kalau mau dan mampu, mari sama-sama ikut memberikan urunan tangan. Kalau bisa langsung tekan tombol dana sekarang, kita efisiensi waktu daripada ditumpuk-tumpuk. Karena mendesak, tiap hari ada saja anak yang meninggal,” tulis Lisa kala itu di akun Twitternya.

Lisa mengajak lebih banyak orang untuk menyumbangkan dana yang kemudian akan dibelikan pangan untuk perbaikan gizi dan vitamin, pakaian anak dan dewasa, selimut, handuk, hingga perlengkapan mandi seperti sabun.

“Saya awalnya niatnya cuma sekedar sharing. Me-retweet berita itu, ini lho di Korowai ada kasus gizi buruk sampai ada anak yang mengalami ini,” ungkapnya.

Selain Lisa, standup comedian Arie Kriting, juga terpanggil dan menjadi salah satu influencer yang mendukung kampanye ini. Melalui caption di akun jejaring sosial instagram pribadinya, Arie mengajak netizen untuk turut ambil bagian dalam kampanye ini.

Lisa Duwiry. (Instagram)
Lisa Duwiry. (Instagram)

Cuitan Lisa pun ternyata menjadi besar, khususnya saat beberapa influencer seperti Arie Kriting dan penyanyi Once menggemakan tagar #UntukKorowai. Sampai Lisa pun bisa mengumpulkan dana Rp 130 juta.

Tak puas menolong Putih Atil bersama saudara-saudaranya yang lain, masih di Korowai, saat itu Lisa yang sempat mengunjungi daerah tersebut melihat bahwa akses pendidikan adalah hal lainnya yang harus dibereskan.

Mengingat, angka buta huruf di Papua paling tinggi. Mengapa? Karena kata Lisa, Papua, khususnya Korowai, tidak memiliki tenaga pengajar dan sekolah yang layak seperti yang sangat mudah ditemui di pulau Jawa atau pulau lainnya di Indonesia.

Inilah yang kemudian membuatnya menjalankan aksi kedua #UntukKorowai yang pada akhirnya kita secara mandiri membiayai satu guru, yang bernama Margi untuk mau mengajar di desa Brumakot, Korowai.

“Sebagian menggunakan sisa crowdfunding dari aksi pertama untuk Putih Atil, lalu dari sana kita lakukan lagi crowdfunding, untuk membeli kebutuhan solar panel di rumah guru Margi, karena di sana tidak ada listrik sama sekali,” ujarnya.

Dari crowdfunding tersebut, kata Lisa, akhirnya #UntukKorowai tidak hanya mengadakan kebutuhan solar panel untuk guru Margi, tapi juga di rumah kepala desa dan penginjil di desa tersebut.

Yang paling terbaru dan sedang berjalan, Lisa kembali mendorong dukungan publik melalui tagar #UntukKorowai dan juga #KalepinKorowai yang dipicu pengalaman satu anak bernama Kalepin yang terbuang dari komunitasnya. Terinspirasi dari anak ini, Lisa membantu anak-anak dari Korowai yang bernasib sama untuk membangun asrama dan sekolah.

Lisa menambahkan, apa yang ia lakukan sebenarnya hal yang sangat sederhana yang bisa dilakukan kita semua untuk membangun masyarakat Papua.

“Dengan modal kuota internet saja, kita bisa manfaatkan potensi sosial media yang tidak ada batasnya. Buat tujuan baik. Jadi bukan buat senang-senang saja. Dengan menggaungkan hashtag kita sudah bisa ajak orang. Ketika orang tertarik dengan apa yang kita ajak, dari situ akan muncul aksi-aksi. Seperti gerakan untuk Korowai, saya mulai dari satu tweet saja,” ungkapnya.

Lisa berharap, kampanye kemanusiaan yang ia lakukan bisa terus berlanjut, tak hanya sebatas #UntukKorowai, tapi juga daerah lainnya di Papua, sehingga sederet permasalahan yang ada bisa terselesaikan, membuat masyarakat Papua semakin sejahtera.

Sumber: https://www.suara.com/lifestyle/2019/03/04/072700/lisa-duwiry-modal-kuota-internet-bisa-berjuang-untuk-papua

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed